Selamat datang di SUMBER PAUD. Temukan apa yang tidak bisa ditemukan di tempat lain!

Kamis, 06 Agustus 2015

Permendikbud Baru tentang Standar PAUD

PENGUMUMAN
   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 tahun 2014 tentang Standar PAUD sebagai pengganti Permendiknas RI No. 58 tahun 2009.
   Selengkapnya, klik di sini!

Senin, 03 Agustus 2015

Empat Penyakit Langganan Anak

World Health Organization (WHO) menyebutkan, ada 4 gangguan kesehatan yang sering menyerang anak, yaitu flu, radang tenggorokan, diare dan tifus. Semua gangguan kesehatan ini berkaitan dengan daya tahan tubuh. Artinya, kalau daya tahan tubuh lemah, maka anak lebih berisiko terkena. Oleh sebab itu, mewaspadai gangguan-gangguan kesehatan ini akan membantu ayah/ibu untuk menjaga anak-anaknya agar terhindar. Berikut 4 penyakit langganan anak:

1. FLU
         Siap tak kenal dengan penyakit langganan anak ini. Sering disebut dengan influenza. Penyebabnya adalah virus influenza. Gejalanya diawali dengan batuk-pilek, demam/panas tinggi, anak menggigil, sakit tenggorokan, otot pegal-pegal dan mata terasa panas dan merah.
Penanganan:
Kebanyakan influenza akan sembuh dengan sendirinya (self limited disease) asalkan anak beristirahat yang banyak, mengonsumsi vitamin C dan diberi minum yang banyak. Jadi tak perlu buru-buru memberikan obat antibiotik. Cukup diobati sesuai gejalanya. Misalnya, kalau demam maka diberi penurun panas, kalau batuk diberi obat batuk.
Pencegahan:
Mengingat virus flu menular lewat udara ataupun bersin, maka sebaiknya menggunakan masker sehingga virus tidak menular melalui udara maupun percikan ludah.

2. RADANG TENGGOROKAN
          Radang tenggorokan (faringitis), sejatinya adalah infeksi pada tenggorokan. Paling banyak menyerang anak usia batita, dan akan menyerang saat daya tahan tubuh kurang baik, misalnya karena kurang beristirahat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan penularannya melalui butiran halus air ludah (droplet) yang mengandung kuman yang ada di udara dan terhirup saat bernapas.
          Gejalanya, demam, sakit tenggorokan, batuk, linu-linu pada otot, sakit kepala, serta keluar air mata tapi mata tak berwarna merah. Namun jika terkena cahaya akan merasa silau. Biasanya anak menjadi kurang aktivitasnya, banyak diam dan terkadang rewel. Kejadian radang tenggorokan wajar antara 6-7 kali per tahun. Jika lebih dari itu, orangtua harus waspada. Biasanya ini terjadi pada anak-anak yang alergi atau yang daya tahannya kurang. Pada anak dengan alergi atau yang daya tahan tubuhnya kurang, mudah terkena radang tenggorokan.
Penanganan:
          Umumnya penyakit langganan anak ini dapat sembuh sendiri meski tak diobati. Cukup dengan banyak istirahat dan makan makanan bergizi. Biasanya pemberian obat berupa obat simptomatik untuk mengatasi gangguan yang terjadi. Bila ringan, radang tenggorokan perlu minimal 3-5 hari untuk penyembuhan. Pemberian antibiotik dilakukan bila dijumpai demam mendadak, ada pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher, ada detritus (warna "keputihan" di tenggorok), dan peningkatan sel darah putih.
Pencegahan:
          Pencegahan radang tenggorok yaitu dengan menjauhkan anak dari orang yang terkena radang tenggorokan. Jika tak memungkinkan maka anak bisa menggunakan masker. Selain itu, berikan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup.

3. DIARE
          Anak dikatakan diare bila buang air besar (BAB) lebih dari 4x dalam kurun waktu 24 jam atau 1x BAB encer dan menyembur (mencret). Diare merupakan salah satu gejala adanya gangguan/penyakit infeksi saluran cerna. Biasanya diare berkaitan dengan tingkat higienis yang rendah. Penyebabnya bisa oleh rotavirus, bakteri, atau bahan yang tidak dibutuhkan tubuh. Umumnya, akibat rotavirus yang masuk lewat mulut. Penanganannya, tidak lantas dengan memberikan obat antidiare. Biarkan tubuh mengeluarkan hal-hal tak perlu dari tubuhnya.
Penanganan:
          Selama diare berlangsung, anak harus selalu mendapat asupan nutrisi dan cairan.  Jika masih bayi dengan asupan ASI. Suplai harus lebih banyak ketimbang yang dikeluarkan tubuh. Bantu juga dengan pemberian larutan gula-garam/oralit atau oralit khusus anak. Berikan setiap kali anak sehabis diare. Pemberiannya pada anak dibawah 2 tahun sebanyak 50-100 ml cairan oralit maupun cairan rumah tangga. Pada anak dibawah 10 tahun sebanyak 100-200 ml. Di usia 10 tahun ke atas berikan cairan sebanyak yang diinginkan.
          Selama diare sebaiknya hindari buah-buahan, kecuali pisang. Kandungan zat pektin dalam pisang dipercaya mampu mengeraskan tinja. Cara yang dilakukan ini untuk menghindari anak dari dehidrasi sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh. Diharapkan, tubuh anak akan mampu memusnahkan sendiri penyakitnya.  Bila diarenya dalam sehari itu membuat anak tampak lemas, tidak bergairah, BAB selalu cair dan menyembur, segera larikan ke rumah sakit terdekat. Apalagi jika fesesnya berlendir atau berdarah (sekalipun hanya berupa bercak atau vlek).
Pencegahan:
          Pencegahan penyakit langganan anak ini dengan selalu menjaga kebersihan diri maupun lingkungan. Antara lain membiasakan anak untuk cuci tangan sebelum dan sesudah makan. Cucilah tangan minimal 20 detik, dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun. Jaga kebersihan peralatan makan dan minum anak. Perhatikan pula kebersihan dan keamanan makanan anak.

4. TIFUS
          Dalam istilah kedokterannya disebut dengan demam tifoid. Penyebabnya adalah bakteri Salmonella typhi. Kuman ini hidup di air kotor, makanan tercemar, dan lingkungan kotor lainnya. Masa inkubasi tifus rata-rata 7-14 hari. Gejala umumnya, demam dengan suhu 38-39 derajat Celcius, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau justru sembelit (sulit buang air besar) selama beberapa hari. Anak tampak lemah dan lesu. Peningkatan suhu bertambah setiap hari dengan teratur. Misalnya selalu menjelang malam hari atau selalu siang hari dan malamnya mereda. Setelah seminggu gejala demam tak hilang meski sudah diberi penurun panas, maka dilakukan tes Widal untuk mengetahui kepastian tifus tidaknya. Biasanya pada minggu kedua gejala lebih jelas, dengan demam semakin tinggi, lidah kotor, bibir kering, dan kembung.
Penanganan:
          Pengobatan dilakukan dengan pemberian obat-obatan oleh dokter, banyak beristirahat di tempat tidur, tak banyak bergerak, serta banyak minum. Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Penderita juga dipantang mengonsumsi makanan berserat tinggi, juga makanan yang berisiko menimbulkan kontraksi pada pencernaan seperti makanan pedas atau asam. Pasien dianjurkan mengonsumsi makanan berprotein tinggi seperti daging, telur, susu, tahu, tempe, dan lain-lain. hal ini dapat membantu daya tahan tubuh sehingga waktu penyembuhan pun semakin cepat.
Pencegahan:
          Pencegahan dilakukan dengan pemberian vaksinasi tifoid setiap 3 tahun, anak diajarkan hidup sehat seperti mencuci tangan sebelum makan, tidak jajan sembarangan bagi anak yang sudah lebih besar.
   Setelah mengenal penyakit langganan anak, tinggal orangtua melakukan pencegahan untuk mengatasinya.


Sumber: Tabloid Nakita

Jumat, 03 Juli 2015

Mengikuti Perdebatan Tahap Merangkak pada Balita

Merangkak merupakan salah satu tahap perkembangan anak. Gerakan yang melibatkan koordinasi tangan dan kaki tersebut biasanya dialami bayi berusia 8–9 bulan. Tahap itu umum dilewati sebelum bayi mampu berjalan. Namun, akhir-akhir ini, banyak bayi yang mampu berjalan tanpa melewati fase tersebut. Apakah berdampak buruk?
------------------------------
BANYAK yang berujar, usia 0–2 tahun merupakan masa emas untuk anak. Perkembangan kognitif, motorik, dan kemampuan berbahasa berkembang amat pesat. Tidak heran, banyak yang mengibaratkan golden period itu sebagai investasi. Sebab, kemampuan dan keterampilan tersebut bisa dikembangkan hingga mereka dewasa.
   Salah satu kemampuan motorik yang dipelajari anak pada usia kurang dari setahun adalah merangkak. ’’Tahapnya memang perlahan. Setelah mampu menyangga badan, baru berjalan. Jadi, sebaiknya memang merangkak dulu,’’ ungkap Irene F. Mongkar, konsultan perkembangan anak.
   Menurut dia, merangkak adalah tahap yang sulit buat si kecil. Saat merangkak, si kecil bertumpu pada telapak tangan dan lutut. Gerakannya pun tidak boleh asal. Perempuan yang akrab disapa Bubun tersebut menjelaskan, gerak kaki dan tangan butuh koordinasi. Sebab, gerakannya saling silang–saat tangan kanan bergerak, kaki kiri harus mengikuti dan sebaliknya.
   ’’Mereka juga harus melawan gravitasi karena badannya nggak lagi nempel lantai atau alas,’’ lanjutnya.
   Saat merangkak, otot tangan dan kaki anak akan banyak bergerak serta menopang tubuh. Hal tersebut, menurut Bubun, merupakan modal sebelum si kecil cruising (berjalan sambil berpegangan pada objek).
   Gerakan-gerakan kala si kecil merangkak bisa melatih sekaligus menguatkan otot tangan. Bubun menjelaskan, jika memiliki otot tangan yang kuat, tentu saja kemampuan motorik halus mereka akan ikut bagus. Perempuan yang juga praktisi Glenn Doman itu menjelaskan, anak-anak tersebut mampu menggenggam, memegang, dan menggunakan jemari secara baik.
   Secara teori, perkembangan bayi harus runtut dengan tahap-tahap dalam Denver Developmental Milestones Chart. Panduan tersebut menunjukkan perjalanan yang akan dilalui si kecil hingga usia 12 tahun. ’’Tapi, kecepatannya di tiap anak berbeda-beda. Bergantung apakah si kecil punya potensi lebih cepat (advance) atau terlambat (delay),’’ ungkap dr Dini Adityaningsih SpA, spesialis anak RSIA Kendangsari.
   Untuk tahap merangkak, perempuan asal Surabaya tersebut menjelaskan, masing-masing anak memiliki timing. Karena itu, bukan tidak mungkin seorang bayi melewati masa merangkak. Penyebabnya, bukan karena tidak mampu, namun lebih pada faktor stimulasi dan minat anak.
’’Misalnya, anak sudah usia 9 bulan. Tapi, tiap hari digendong terus. Tentu saja dia nggak akan terlatih,’’ ucap Dini. Orang tua wajib mendorong anak untuk merangkak. Cukup sediakan play mat atau alas plus mainan favorit mereka di lantai. Dengan senang hati, si kecil akan merangkak untuk meraih mainan tersebut.
   Melalui gerakan merangkak, bayi akan melatih motorik kasarnya. Gerakan tubuh bakal makin terlatih, otot-otot bayi pun akan terbiasa bekerja. Dengan demikian, menurut dokter yang terlahir kembar tersebut, tahap-tahap perkembangan motorik kasar selanjutnya lebih mudah buat si anak.
Spesialis anak alumnus Universitas Airlangga itu menegaskan, pentingnya merangkak memang tengah ramai diperbincangkan. ’’Normalnya, anak memang melewati hal tersebut. Tapi, kalau si kecil sudah bisa berjalan, tidak bijak juga kalau mereka diminta balik merangkak,’’ ujar Dini.

Koordinasi Otak Kiri dan Kanan
Merangkak adalah tahap yang paling kompleks. ’’Gerakan merangkak itu kombinasi kinetik, audio, dan visual. Anak pasti merangkak kalau ada pancingannya,’’ ucap Dini. Dia menjelaskan, saat merangkak, anak akan bergerak menuju ’’incaran’’. Bisa berupa mainan, suara, hingga orang yang tengah memanggilnya.
   Pada tahap tersebut, otak dan tubuh berkoordinasi. Otak akan mengomando tubuh untuk mencapai target itu. Dalam fase merangkak, perempuan kelahiran 4 Maret 1970 tersebut menegaskan, kemampuan konsentrasi bayi akan ditantang. Sebab, saat merangkak, banyak objek yang menghalangi bayi untuk meraih benda. Berbeda dengan saat berjalan, pandangan anak tidak terhalang kaki meja, kursi, atau benda lain.
   Sementara itu, Bubun menjelaskan, secara tidak langsung, merangkak memengaruhi penglihatan si kecil. ’’Berbeda dengan saat digendong, ketika merangkak, bayi bisa memandang lebih luas,’’ ungkapnya. Mulai memandang lantai, bagian samping kiri-kanan badannya, hingga memandang ke atas.
   Kemampuan melihat, gerak tubuh, dan konsentrasi otak menuju target membuat indra anak berkoordinasi. Hal tersebut dinilai psikolog asal Jakarta tersebut mampu memengaruhi minat membaca kelak. ’’Seperti merangkak, membaca butuh melihat dan konsentrasi. Makanya, banyak anak yang cepat jalan, tapi malas baca,’’ tegasnya.

Jangan Cemas kalau Merangkak
Banyak isu yang menyebutkan bahwa bayi yang melewati tahap merangkak akan menghadapi masalah. Misalnya, kurang fokus, jalan yang tidak tegap atau kurang lurus, hingga tulisan yang jelek. Jika si kecil telanjur melewati tahap merangkak, orang tua tidak perlu cemas.
   Perkembangan motorik kasar dan halus anak-anak tetap bisa dilatih. ’’Menulis kan nggak melulu diawali merangkak. Bisa dilatih, asal telaten,’’ ucap Dini. Untuk bisa menulis, anak harus mampu memegang pensil dengan benar. Latihannya, menjumput benda kecil seperti manik-manik. Jika sudah mampu memegang –bukan menggenggam–, anak bisa dilatih untuk mencoret.
   Langkah yang tidak tegap dan tidak lurus bisa diperbaiki dengan latihan jalan pendek. Bubun menjelaskan, anak bisa diajak berjalan mengikuti garis lantai. ’’Atau, minta anak berjalan ke arah benda yang posisinya lurus dengan dia,’’ ungkapnya. Memegangi anak saat berlatih berjalan juga bisa membantu si kecil melangkah lurus.
    Secara umum, banyak hal yang bisa dilakukan orang tua agar si kecil bisa mengembangkan motorik kasarnya. Untuk balita, Bubun menyarankan kepada orang tua untuk sering-sering mengajak si kecil berjalan, bahkan berolahraga. Tinggal pilih olahraga yang ringan dan bisa dilakukan si anak tanpa risiko cedera.

Sumber: Jawa Pos

Cara Tepat Perlakukan Anak Tunarungu

Masih ada kalangan yang kurang memperhitungkan penyandang tunarungu. Mereka memandang anak tunarungu selalu bergantung pada orang lain dan sulit bersosialisasi. Bagaimana pengasuhan orang tua untuk membentuk kemandirian mereka?
-------------------------------
PANDANGAN negatif tentu membuat anak tunarungu merasa kurang dihargai sebagai individu. Bahkan, muncul rasa rendah diri dan hanya ingin bersama orang tuanya saja. Padahal, anak tunarungu akan tumbuh dan menjadi pribadi dewasa yang mandiri.
Hal tersebut diungkapkan Eko Yuwono Putra, kepala SDLB-B Karya Mulia 1 Surabaya. ’’Secara fisik dan kognitif, sebenarnya mereka normal. Hanya bermasalah pada pendengaran yang berdampak pada pengucapan kata-katanya,’’ terangnya.
Dia menyarankan, anak-anak tunarungu tersebut seyogianya diperlakukan sama dengan anak normal. ’’Di sini, kelas 1–3 masih ditunggu. Orang tua masih tidak tega. Kelas 4–6 diantar jemput. Selanjutnya baru dilepas,’’ papar kepala sekolah yang juga mengajar pelajaran agama dan PKn tersebut.
Endah, guru kelas 1, menegaskan kondisi tersebut. ’’Semakin kita kasihan, semakin mereka tidak bisa mandiri,’’ ujarnya. Dia selalu menasihati orang tua siswa, kalau tidak mau perkembangan anak terlambat, jangan apa-apa ditawarkan. Biarkan mereka belajar berujar dan meminta sendiri.
Endah mengisahkan, anak-anak perlu memahami alasan tidak boleh memukul, menangis, dan bertengkar. ’’Ya diajarkan, kalau salah, ya minta maaf. Tiga kata wajib, maaf, terima kasih, dan tolong, harus mereka pahami,’’ imbuhnya.
Definisi mandiri, menurut guru 32 tahun tersebut, adalah saat mereka sudah tidak dilayani. Akan lebih baik jika mereka mampu membantu orang tua. Membersihkan rumah, misalnya. ’’Beri kepercayaan kepada mereka layaknya anak normal,’’ jelasnya.
Pada keadaan normal, seni komunikasi datang secara alami dengan proses pengulangan ketika anak mendengar ucapan orang sekitar. Pada anak tunarungu, peniruan yang dilakukan adalah peniruan visual. Mereka mengamati tindakan orang tua dan orang terdekatnya. Mereka punya cara sendiri dalam memahami apa yang dilihat. Tetapi, mereka juga membutuhkan informasi serta penjelasan untuk kemudian dipahami dan direkam dalam otak.
Lantas, bagaimana cara memberikan penjelasan kepada mereka? Menurut Endah, orang tua tentu harus menguasai bahasa isyarat. Namun, sebaiknya menggunakan bahasa verbal atau ujaran. Sebab, di dunia nyata, masyarakat umumnya menggunakan bahasa verbal.
Hanya segelintir orang yang paham bahasa isyarat. Bahasa verbal pun harus diucapkan pelan-pelan. Sebab, anak-anak tunarungu membaca gerak bibir lawan bicaranya. Ditambah mimik wajah. Teknik penggabungan seperti itu biasa disebut komunikasi total.
Setiap orang tua mempunyai strategi dalam menggiring anak tunarungu untuk mandiri. Sikap yang dibutuhkan adalah saling terbuka, selalu bertukar pikiran, mendukung, serta menghargai perbedaan pendapat pasangan.
Suyetno, 43, dan Jumaiyah, 36, adalah salah satu pasangan orang tua yang mendukung kemandirian anak. ’’Kalau masalah diskusi, biasanya tentang pendidikan anak,’’ kata Jumaiyah.
Mereka menyatakan tidak selalu mengerti maksud anak saat bercerita sepulang sekolah. Namun, mereka selalu menanggapi dengan menunjukkan ekspresi positif. Misalnya, tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala. Pasangan tersebut juga sering berkomunikasi dengan pihak sekolah. Sebaliknya, Abdul Bakir, 42, sengaja memperlakukan anaknya yang menyandang tunarungu dengan istimewa.
Nuri Fauziah MPsi Psi, psikolog yang juga pendiri tiga daycare di Surabaya, menyatakan, orang tua yang memperlakukan anak tunarungu secara spesial rawan berakibat manja. Bahkan berisiko mematikan indra lain. ’’Pasti, dari yang kurang, ada yang lebih juga. Cari, asah, optimalkan,’’ tegas psikolog kelahiran Tasikmalaya itu.
Dia juga menekankan, penting untuk menunjukkan empati saat orang tua berhadapan dengan anak tunarungu. ’’Jangan kasihan. Bantu sesuai usia dan kebutuhan,’’ tandasnya.

Sumber: Jawa Pos

Menulis Tangan dan Manfaatnya untuk Anak-Anak



’’Buat apa menulis lagi jika apa yang diterangkan bapak-ibu guru bisa difoto dan dibaca setiap saat. Lebih praktis dan tidak capek.’’ Bila pikiran itu sempat mampir di benak anak Anda, coba ulik lebih dalam tentang manfaat menulis tangan. Sebab, menulis tidak sesepele menyalin tulisan saja.
-----------------------------
SEBUAH perdebatan dimulai saat otoritas pendidikan nasional di Finlandia berencana menghapuskan pelajaran menulis halus bagi siswa sekolah dasar. Mereka menyatakan bahwa perubahan refleks tentang kemampuan mengetik saat ini lebih relevan daripada menulis tangan. Daily Mail mengungkapkan hasil penelitian bahwa anak-anak berusia lebih dari delapan tahun saat ini lebih cepat mengetik ketimbang menulis.
Para ahli yang setuju mendasarkannya atas teori teori automaticity. ’’Kuncinya bukan kualitas bentuk dan tipe tulisan, tapi lebih ke automaticity,’’ kata Musty Adoniou, senior lecture in language, literacy, & TESL Universitas Canberra. Semua orang sepakat bahwa setiap orang minimal bisa mengangkat pensil dan menulis pesan yang dimengerti orang lain. Jadi, kuncinya adalah pesan itu sampai atau tidak.
Berdasar teori automaticity, makin sedikit seseorang berkonsentrasi untuk membentuk huruf-huruf dengan benar, makin banyak ruang di otak yang tersisa. Tentu saja, ruang tersebut dapat dialihkan untuk menangkap dan mencerna pesan dengan baik. Teori tersebut tidak salah. Tetapi, menurut para ahli yang kontra, teori itu tidak bisa diterapkan sepenuhnya kepada anak-anak.
Yang penting dalam melanjutkan pelajaran menulis halus, menurut para ahli, adalah tidak menghapus kebiasaan menulis tangan di sekolah sepenuhnya. Sebab, menulis tangan memiliki banyak sekali manfaat untuk perkembangan otak anak-anak, baik secara fisik maupun mental.
Aniva Kartika SPsi MA, seorang psikolog pendidikan, menegaskan bahwa menulis tangan sangat dibutuhkan dalam tumbuh kembang seorang anak. ’’Pertama, ini melatih cara kerja otak dalam mengodekan huruf bahwa huruf tertentu bunyinya ini dan bentuknya begini. Anak mengingat dengan gerakan, bunyi, dan visual. Sangat berbeda dengan mengetik,’’ terangnya.
Memori tentang sesuatu makin menancap dengan menulis tangan. Itulah yang sudah banyak dibuktikan dalam hasil riset. ’’Ada kelompok yang disuruh mengetik dan ada yang disuruh menulis tangan. Kelompok kedualah yang berhasil mengingat dengan baik,’’ ujar Aniva.
Meski anak-anak berbeda tipe, baik kinestetis, auditori, maupun visual, proses belajar akan lebih maksimal jika ditempuh dengan berbagai jalur. Dengan menulis, anak-anak dilatih motorik dan keterampilan visual. Ada koordinasi mata dan tangan, kesadaran spasial, ketangkasan tangan dan jari, serta fungsi kognitif dan perkembangan otak yang ditingkatkan.
Selanjutnya, berdasar hasil riset yang diungkapkan Aniva, ada korelasi antara menulis tangan dan kemunculan ide-ide baru. ’’Ternyata, dengan menulis itu, ada aktivasi neuron-neuron yang lebih banyak untuk menstimulus ide-ide baru,’’ tutur dosen di Universitas Surabaya tersebut. Hasil riset itu adalah temuan Indiana University yang dirilis Daily Mail setelah mereka menguji dan melakukan scan MRI anak berusia lima tahun yang diberi tugas menulis tangan.
Natalia SPsi MM menambahkan, menulis tangan juga berfungsi untuk melatih ketahanan seorang anak. Siswa-siswa yang terbiasa dengan memotret papan tulis atau hanya meminta file bahan ajar bisa jadi adalah sebuah bentuk ketidaksabaran. ’’Dalam menulis, ada latihan kesabaran dan ketahanan. Bisa lebih telaten dan teliti. Ini menunjang perkembangan emosional mereka,’’ jelas psikolog yang juga kepala Mawar Sharon Christian School tingkat sekolah dasar tersebut.

Motorik Halus Dulu Baru Menulis

MENULIS tangan memang dianggap sebagai salah satu cara untuk melatih motorik halus. Namun, yang perlu dipahami, menulis merupakan tahap lanjut setelah berbagai latihan motorik halus lainnya dilakukan. ’’Sebelum menulis, ada banyak hal yang harus dirangsang dengan berbagai kegiatan. Misalnya, merobek, meremas, menjumput, mencocok, dan sebagainya. Menulis itu tahap akhir,’’ jelas psikolog Natalia.
Motorik halus meliputi pergelangan tangan hingga ujung jari jemari yang dipersiapkan sejak preschool. ’’Jadi, salah sekali memang jika sejak preschool sudah harus menulis. Padahal, motorik halusnya belum kuat,’’ imbuh Aniva. Kegiatan yang dilakukan bisa berupa merobek kertas, meremas playdough, menjepit, hingga mencocok.
Aniva memberi contoh pendekatan pembelajaran motorik halus yang dikenalkan Maria Montessori dengan kegiatan sehari-hari. ’’Misalnya berpakaian, mengancingkannya saja bisa melatih kecekatan jari jemari. Kemudian, ada teatime untuk melatih kekuatan tangan dan ketepatan agar tidak tercecer,’’ ucapnya. Jika itu saja belum terlatih, memegang pensil dan cara menulisnya pasti masih berantakan.

Sumber: Jawapos

Sabtu, 27 Juni 2015

Warung Makan Buka Selama Ramadan? No Problem!

   Bulan Ramadan diketahui sebagai salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan bulan ini menjadi semakin lengkap apabila semua umat Islam betul-betul melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
   Namun demikian, tidak sedikit didapati sejumlah warung di sepanjang jalan protokol di berbagai kota yang tetap beroperasi di siang hari. Alasan klasik yang terlontar di antaranya, "Ini untuk makan anak istri juga."
   Walaupun pemilik dan pramusaji di warung-warung itu adalah muslim, terkadang alasan ekonomi menjadi nomor satu. Hal ini seakan menjadi ujian berat bagi mereka yang berpuasa. Boleh saja sang pemilik berujar bahwa pembukaan warungnya diperuntukkan bagi nonmuslim. Akan tetapi bagi muslim yang lemah imannya bisa saja tergoda untuk mampir minum atau bahkan makan di tempat itu.
   Bagaimana seharusnya?
   Sesungguhnya kasus seperti itu dapat disiasati. Misalnya, pembukaan warungnya dibatasi pada jam-jam tertentu, meskipun itu siang hari. Katakanlah pemilik warung membuka lahan mencari uangnya pada jam 12.00-an saja, yaitu jam makan siang bagi para pekerja, khususnya untuk nonmuslim, ataupun bagi muslimah yang berhalangan.
   Dengan cara demikian, insyaallah godaan bagi umat Muslim yang berpuasa pun semakin berkurang. Walhasil, pahala berpuasa tetap mencakup siapa saja, baik mereka yang berpuasa maupun pemilik warung (Agh).

Jumat, 19 Juni 2015

Menerbitkan Buku: Kirim naskah ke Diva Press

Berikut ini kami lampirkan tata cara mengirimkan penawaran naskah kepada kami, Penerbit DIVA Press:

1.   Jika naskah yang dikirimkan adalah naskah fiksi (novel/teenlit), penulis wajib melengkapi naskah tersebut dengan “sinopsis” yang dibuat dalam file terpisah dari isi naskah.
2.   Jumlah halaman naskah novel (selain teenlit) 250–400 halaman dengan format ukuran kertas A4, top 4 cm; bottom 3 cm; left 4 cm; dan right 3 cm, spasi ganda, font times new roman ukuran 12. Untuk naskah anak (untuk pembaca SD-SMP) dengan ketebalan minimal 50-100 hlm, sedangkan cerita anak (untuk TK-3 SD) dengan ketebalan maksimal 50 hlm.
3.   Jumlah halaman naskah novel teenlit 180–220 halaman dengan format ukuran kertas A4, top 4 cm; bottom 3 cm; left 4 cm; dan right 3 cm, spasi ganda, font times new roman ukuran 12.
4.   Jika naskah yang dikirimkan adalah naskah nonfiksi (buku agama/buku anak/buku pelajaran, dan sebagainya), penulis wajib melengkapi naskah tersebut dengan “daftar isi” serta “uraian keunggulan” naskah yang ditawarkan dalam file yang terpisah dari isi naskah.
5.   Jumlah halaman naskah nonfiksi 150–250 halaman dengan format ukuran kertas A4, top 4 cm; bottom 3 cm; left 4 cm; dan right 3 cm, spasi ganda, font times new roman ukuran 12.
6.   Judul email diisi dengan format: penawaran naskah + judul naskah (kode naskah).
Misalnya:
Ke       : redaksi_divapress@yahoo.com
Judul   : penawaran naskah I Found My Heart (Teen)
7.   Jika naskah dikirim via pos atau diantar sendiri, silakan tulis judul dan kode naskah di sudut amplop sebelah kanan.
Misalnya:
Judul   : penawaran naskah Tuntunan Dzikir Sepanjang Hari (Ag)
8.   Kode naskah:
a.   (U)       :  untuk naskah buku umum, misalnya buku pelajaran umum, buku psikotes, buku traveling, dan sebagainya.
b.   (Ag)     :  untuk naskah buku agama Islam, misalnya buku tentang tata cara shalat, buku tentang manfaat puasa, buku wacana keislaman, dan sebagainya.
c.   (An)    :  untuk naskah buku anak, misalnya belajar membaca untuk anak, belajar membaca al-Qur’an untuk anak, belajar menggambar dan mewarnai, dan sebagainya.
d.   (Teen) :  untuk naskah buku remaja dan novel teenlit.
e.   (Nv)     :  untuk naskah novel selain novel remaja/teenlit.

Konfirmasi Naskah
1. Setiap naskah dalam bentuk print out yang dikirimkan ke redaksi DIVA Press dan ditolak, tidak akan dikembalikan kepada penulis. Penulis dipersilakan untuk mengambil naskah tersebut dengan datang langsung ke kantor redaksi maksimal 1 minggu setelah konfirmasi penolakan dari pihak redaksi.
2. Naskah yang sudah dinyatakan ditolak tidak akan diterbitkan oleh DIVA Press dan akan dibuang agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
3. Konfirmasi penerimaan naskah akan diberikan maksimal 1 bulan setelah naskah sampai ke meja redaksi.

4. Naskah yang telah diterima hanya akan diedit oleh staf redaksi DIVA Press yang berwenang.

Sumber: Diva Press

Menerbitkan Buku: Kirim naskah ke Pustaka Pelajar

Bagi Anda para penulis dan calon penulis, baik tentang PAUD maupun topik-topik lain, diberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan Penerbit Pustaka Pelajar. Penulis dapat mengirim naskah-naskahnya ke Penerbit Pustaka Pelajar. Bagian redaksi Pustaka Pelajar akan mereview naskah-naskah tersebut. Naskah yang dianggap layak terbit, dapat diterbitkan dalam bentuk buku. Kemudian, penulis dapat memilih sistem kerja sama dengan Penerbit Pustaka Pelajar, yaitu:
1. Sistem royalti (biaya cetak ditanggung Pustaka Pelajar)
2. Sistem beli putus (biaya cetak ditanggung Pustaka Pelajar)
3. Biaya cetak ditanggung penulis, hak menjadi milik penulis

Naskah dapat dikirim ke:
Penerbit Pustaka Pelajar
Jalan Persatuan, Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
atau melalui email ke pustakapelajar@yahoo.com dengan subject: Naskah (Judul Naskah)

Sumber: PP

Berikut ini sekilas tentang penerbit dan percetakan Pustaka Pelajar.

Penerbit Pustaka Pelajar

Gambaran Umum

Pustaka Pelajar dikenal oleh masyarakat umum sebagai sebuah penerbit buku-buku ajar (text book) perguruan tinggi untuk bidang ilmu sosial-humaniora seperti psikologi, pendidikan, sosiologi, budaya, bahasa, filsafat, dan agama. Persepsi umum itu terbentuk karena pada bidang-bidang itulah produk Penerbit Pustaka Pelajar terkonsentrasi. Namun, buku-buku terbitan Pustaka Pelajar sesungguhnya juga mencakup bidang-bidang ilmu eksakta seperti fisika, biologi, teknik, kedokteran, dan sebagainya.

Visi dan Misi

Misi dari Penerbit Pustaka Pelajar adalah ikut ambil bagian dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara menerbitkan buku-buku karya penulis Indonesia ataupun luar negeri yang mengembangkan tiga fungsi utama jiwa: berpikir, merasa dan berprakarsa (berkemauan).
Visi dari Penerbit Pustaka Pelajar adalah masuk ke dalam jajaran 10 penerbit terbesar dan terdepan di Indonesia pada tahun 2015.

Produk

Buku-buku terbitan Penerbit Pustaka Pelajar dikategorikan sesuai dengan tiga fungsi utama jiwa: berpikir, merasa, dan berprakarsa (berkemauan). Penjabarannya adalah sebagai berikut.
1. Buku-buku Pengembangan Fungsi Pikir, yakni antara lain buku ajar (textbook), wacana dan khazanah pemikiran dari berbagai bidang ilmu, dan induk pemikiran (filsafat), dan lain-lain.
2. Buku-buku Pengembangan Fungsi Rasa, yakni antara lain buku-buku tentang seni, karya sastra, spiritualitas, dan lain-lain.
3. Buku-buku Pengembangan Fungsi Karsa (Kemauan), yakni antara lain buku motivasi, pengembangan diri, kepribadian, dan lain-lain.

Pemasaran

Penerbit Pustaka Pelajar telah mempunyai jaringan toko yang bernama Toko Buku Social Agency Baru (SAB) dan Social Agency Putera (SAP) yang menguasai sebagian besar pasar buku di Yogyakarta dan menempati sektor wilayah konsumen buku potensial di Yogyakarta. Jaringan Toko Buku SAB dan SAP ini akan terus dikembangkan untuk wilayah-wilayah lain di Indonesia secara bertahap.
Selain itu, Penerbit Pustaka Pelajar juga membangun jaringan pemasaran dengan distributor dan toko-toko buku yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Pontianak, dan Makassar.

Percetakan Pustaka Pelajar

Gambaran Umum


Percetakan Pustaka Pelajar merupakan perusahaan percetakan yang merupakan unit pelayanan teknis untuk memproduksi buku-buku Penerbit Pustaka Pelajar. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi Percetakan Pustaka Pelajar untuk melayani order pencetakan dari luar.

Sumber: PP

Menerbitkan Buku: Royalti atau Jual-Putus?

Ketika naskah yang dikirim telah mendapat acc penerbit, waktunya bagi penulis untuk memutuskan mau memakai sistem royalti atau jual-putus. Beberapa hari lalu, aku membaca tulisan di sebuah grup. Penulis curhat, naskahnya telah disetujui oleh penerbit dengan sistem jual-putus, tapi sudah setahun lebih buku itu tak jua terbit. Meskipun telah mendapat uang pembayaran, tapi sebagai penulis ia merasa tak puas sebelum melihat karyanya mejeng di rak toko buku. Beberapa orang berkomentar itulah resiko jual-putus, penulis tak bisa berbuat apa-apa setelah naskah dibeli. Dari situ muncul pertanyaan, benarkah Jual Putus (disebut juga flat) selalu merugikan penulis? Dan apakah sistem royalti selalu menguntungkan penulis? Sebelum menjawab untung-rugi, kita perlu tahu perbedaan sistem royalti dan jual putus.
Sistem Royalti: (1) penulis mendapat pembayaran sesuai dengan jumlah buku yang terjual dalam periode tertentu. Penulis biasanya mendapat 10% dari harga jual buku, ada yg dari harga bruto tapi ada juga dari harga netto, penulis perlu mencermati Surat Perjanjian Penerbitan (SPP). Royalti 10% bukan harga mati, untuk penulis dengan nama besar yang sudah teruji pasar, tentu bisa mendapat lebih. Untuk penjualan proyek pemerintah biasanya nilai prosentasi turun menjadi 5%. (2) periode pembayaran, umumnya per semester (6 bulan sekali) meskipun ada juga yg tiga/empat bulan sekali atau satu tahun sekali. Ada penerbit yg menjadwalkan pembayaran setiap bulan tertentu, misalnya penjualan semester I (Jan-Jun) dibayarkan Agustus kemudian semester II (Juli-Des) dibayarkan Februari, ada juga yang menghitung 6 bulan dari tanggal buku terbit. (3) ada beberapa penerbit yang berbaik hati menggunakan sistem royalti dengan membayar Down Payment lebih dulu, misalnya penulis mendapat 25% dari royalti cetak edisi perdana.
Sistem Jual-Putus: (1) penulis hanya menerima satu kali pembayaran. Besarannya tergantung negosiasi antara penulis dengan penerbit. Sebagai contoh naskah kumpulan dongeng atau novel anak dengan jumlah halaman 60-70 ukuran kertas A4, akan mendapat Rp. 2,5 juta. (2) pembayaran langsung dilakukan di muka, setelah kedua belah pihak menyetujui Surat Perjanjian Penerbitan. *Keterangan: ada ketentuan yang belum banyak diketahui yaitu soal batas waktu eksploitasi. Masih banyak anggapan bahwa jual putus berarti penulis mengucapkan selamat berpisah selamanya pada naskah, padahal jual-putus pun seharusnya mensyaratkan batas waktu eksploitasi (umumnya 5 th). Pencantuman pasal ini tergantung kesadaran penerbit dan kemampuan penulis bernegosiasi. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Royalti: (+) lebih adil, baik dari pihak penerbit maupun penulis, sama-sama berbagi risiko jika kurang laku dan sama-sama berbagi keuntungan jika laku keras. (+) kalau buku laku keras apalagi best seller, maka penulis akan mendapat royalti yang sangat wah. (-) harus menunggu periode waktu pembayaran (3 bulan atau 6 bulan atau 1 tahun) (-) jika buku hanya laku sedikit, maka penulis hanya bisa gigit jari.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Jual Putus: (+) lebih cepat terima uang, pembayaran langsung dilakukan begitu Surat Perjanjian ditandatangani, tanpa menunggu beberapa bulan kemudian. (-) penulis hanya mendapat pembayaran sesuai perjanjian, kalau buku laku keras maka penulis cuma bisa iri.
Benarkah Jual-Putus selalu merugikan penulis? (a) tidak selalu, tapi lebih sering merugikan. (b) untung-rugi tidak selalu berupa uang, bisa saja secara nilai ekonomis rugi tapi secara moral (modal ke depan) nilainya untung. Misalnya buku yang dijual-putus cetak ulang berkali-kali, penulis tentu merasa sangat rugi melihat uang yang ia terima tidak ada apa-apanya jika dibandingkan buku yang laku. Meskipun begitu ada keuntungan secara moral (modal ke depan), yaitu namanya kian terkenal (jika menulis lagi sudah punya kekuatan untuk negosiasi royalti) dan penerbit tidak akan melepas angsa bertelur emas (jika buku laku keras, penerbit akan berjuang mempertahankan penulis tsb dan tentu siap negosiasi untuk buku selanjutnya).
Apakah sistem royalti selalu menguntungkan penulis? (a) tidak selalu tapi lebih sering menguntungkan. (b) kalaupun buku hanya laku sedikit, sebenarnya penulis secara ekonomis juga tidak rugi-rugi amat jika dibandingkan kerugian penerbit (bahan baku, ongkos produksi, distribusi, dll). (c) royalti dengan uang muka, sangat menguntungkan penulis tapi sebagai penulis kadang jadi beban moral tersendiri, misalnya sudah dapat DP 25% ternyata dalam setahun buku cuma laku 20% dari cetakan pertama, tentu penulis punya hutang, dan bagaimanapun punya hutang itu rasanya gak enak.
Pertimbangan memilih sistem royalti atau jual-putus: (a) butuh uang mendadak, misalnya untuk bayar kontrakan/hutang, maka sistem jual-putus  adalah alternatif terbaik bagi penulis. (b) bagi karyawan yang hobi menulis, tentu akan lebih bijak jika memilih sistem royalti karena bisa dijadikan passive income, toh kebutuhan bulanan bisa menggunakan gaji. (c) semua penulis pasti mengimpikan best seller, tapi tidak semua penulis beruntung memperolehnya. Bagi penulis yg belum berkategori best seller, sistem royalti akan tampak hasilnya setelah 2 - 3 tahun terjun konsisten menulis karena royalti akan menumpuk dari beberapa buku, misalnya tahun-1 menulis 6 buku, tahun ke-2 terbit 8 buku, maka tahun ketiga selain mendapat royalti buku baru hasil tulisan tahun itu, ia juga mendapat royalti dari tahun-tahun sebelumnya. Jadi manakah yang akan Anda pilih? Semua terserah Anda.

Sumber: Kompasiana

Kamis, 18 Juni 2015

Mengurus ISBN

Apa itu ISBN?
Bagi Anda para penulis buku barangkali sudah tidak asing lagi dengan akronim di atas. Dikutip dari Wikipedia, ISBN (International Standard Book Number) atau Angka Standar Buku Internasional adalah pengindentikasi unik untuk buku-buku yang digunakan secara komersial. Sistem ISBN diciptakan di Britania Raya pada tahun 1966 oleh seorang pedagang buku dan alat-alat tulis W H Smith dan mulanya disebut Standard Book Numbering atau SBN (digunakan hingga tahun1974). Sistem ini diadopsi sebagai standar internasional ISO 2108 tahun 1970. Pengidentikasi serupa, International Standard Serial Number (ISSN), digunakan untuk publikasi periodik seperti majalah. Nah, cara mengurus ISBN adalah sebagai berikut.

Pertama, siapkan kelengkapan berkas berikut ini dalam bentuk printout:
A. Bagi Anggota Baru:
  1. Mengisi formulir surat pernyataan disertai dengan stempel penerbit.
  2. Membuat surat permohonan atas nama penerbit (berstempel) dari buku yang diterbitkan.
  3. Mengirimkan fotokopi : - halaman judul - balik halaman judul (dapat diketahui pengarang dan penerbit buku yang bersangkutan) - daftar isi - kata pengantar
B. Persyaratan untuk Anggota Lama : Hanya butir 2 dan 3 saja yang perlu dikirimkan kepada Tim ISBN/KDT.
Untuk contoh persyaratan di atas, teman-teman bisa melihat di sini.
Kedua, datanglah ke Perpusnas jika teman-teman berada di Jakarta, karena memang Perpusnas beralamat di Jakarta, Jl. Salemba Raya 28 A/Kotak Pos 3624 Jakarta. Buat teman-teman yang ada di luar Jakarta, atau males ngurus ke Salemba Raya karena banyak urusan dan ngak mau terjebat macet, bisa mengirimkan berkas lewat faksimile perpusnas,  (021) 3927919; (021) 3923067.
Ketiga, tunggulah sejenak. Biasanya Perpusnas akan mengirimkan nomor ISBN untuk buku kita dalam rentang waktu 2 jam sampai sehari.
Keempat, setelah mendapatkan ISBN segera masukkan ke dalam buku yang akan diterbitkan. Untuk kode barcode, saya menyarankan buat sendiri aja dengan memakai aplikasi corel draw.
Kelima, kalau buku sudah dicetak kirimkanlah 2 eksemplar buku ke kepada Tim ISBN/KDT Perpustakaan Nasional RI ( Jl. Salemba Raya 28 A/Kotak Pos 3624 Jakarta), agar dapat dipantau pemakaian ISBN/KDT.
Keenam, kalau misalnya teman-teman punya kesulitan dan masalah bisa menghubungi nomor telepon : (021) 68293700; (021) 92920979. Berdasarkan pengalaman saya, pegawai Perpusnas ramah dan seneng menjawab pertanyaan yang diajukakan.

Sumber: Kompasiana

Hati-hati Memilih Penerbit!

Ada dua sikap yang mirip tetap sering disamakan. Bagiku, dua sikap itu sangat berbeda maknanya karena hasil keduanya pun teramat berbeda. Dua sikap itu adalah curiga dan waspada. Menurutku, curiga adalah sikap tidak percaya atas keadaan karena keadaan itu dipandang sebuah kemustahilan. Sikap curiga akan melahirkan prasangka buruk sehingga sering menggelisahkan diri dan juga keinginan untuk menyebarluaskan rasa itu. Berbeda halnya dengan sikap waspada yang lebih bermakna hati-hati. Sikap waspada adalah sikap kurang percaya sehingga perlu diperhatikan segala dampak yang mungkin dapat ditimbulkan. Dalam ungkapan lain, sikap waspada sering dimaknai “jaga-jaga” alias antisipasi.
Semalam (Jumat, 30 Juni 2013), saya mendapat keluhan dari teman yang kebetulan juga seorang kompasianer. Saat ini, ia sudah menyelesaikan 3 buku teks BP (Bimbingan dan Penyuluhan) dan 3 buku BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SMA/ SMK. Itu berarti ia sudah menyelesaikan 6 buku teks. Dari pihak penerbit, enam naskah buku itu akan dibeli putus senilai HANYA Rp7 juta. Tentu nilai itu teramat sedikit jika dibandingkan dengan nilai jual buku itu nantinya. Usut punya usut, ternyata ia menggunakan MEDIATOR alias broker naskah.
Ketika di awal saya terkejut, akhirnya saya pun tersenyum usai mendengar keterlibatan pihak ketiga itu. Memang di dunia penerbitan dikenal istilah broker, script hunter, atau kolektor naskah. Mereka bertugas untuk mencari naskah-naskah yang layak diterbitkan. Biasanya mereka mencari naskah dengan memasang iklan di media cetak atau menghubungi organisasi-organisasi profesi yang sering berkaitan dengan buku. Para broker atau mediator ini kadang digaji oleh perusahaan, tetapi sering pula mereka mencari “makan” sendiri dengan menjual naskah yang didapatkannya kepada penerbit dengan harga selangit.
Berkenaan dengan itu, saya pun memberikan dua saran, yaitu nego ulang atau cabut naskah. Nego ulang dan cabut naskah dapat dilakukan jika perjanjian belum ditandatangani. Memang sebaiknya naskah SPK (Surat Perjanjian Kerjasama) dibaca dengan cermat agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Nego ulang berkenaan dengan perubahan angka harga naskah dan cabut naskah berkenaan dengan pembatalan kerjasama. Sepertinya temanku memilih opsi kedua jika opsi pertama gagal dilakukan. Satu alasan: biasanya mediator sudah menerima uang DP atas pembelian naskah tersebut.
Kisah di atas melengkapi dua kisah sebelumnya. Awal tahun ini, saya pun mendapat keluhan dari dua teman yang kebetulan naskah bukunya diterbitkan. Dua temanku mengalami kejadian yang lebih menyakitkan. Ia tak menerima bayaran sepersen pun meskipun jelas-jelas naskahnya diterbitkan. Bahkan, naskah salah satu temanku itu menjadi buku proyek pemerintah yang bukunya didistribusikan ke semua sekolah di tanah air. Dapat dibayangkan, betapa besarnya royaltinya jika itu diuangkan. Berkenaan dengan itu dan belajar dari pengalaman pribadi, mungkin saya bisa memberikan 3 saran agar kejadian di atas tidak terulang, yaitu kenali penerbitnya, jangan kirim softcopy, dan bersikap tegas.
Pertama, kenali penerbitnya. Cara mengenali penerbit buku dapat dilakukan dengan bertanya kepada para penulis terdahulu atau senior. Tanyakan kredibilitas dan akuntabilitas penerbitnya. Pernahkah penulis itu ditipu penerbit itu? Bolehkah penulis menanyakan royalti setiap saat? Bolehkah penulis menanyakan besaran omzet penjualan bukunya? Biasanya penerbit besar yang kredibel dan akuntabel memberikan kebebasan kepada penulis untuk mengetahui tingkat penjualan bukunya.
Kedua, jangan kirim softcopy. Ternyata tiga temanku di atas mengirimkan softcopy melalui mediator atau penerbit. itu adalah kesalahan besar jika tidak disertai dengan bukti penerimaan softcopy karena dapat diplagiat dengan diatasnamakan orang lain. Berikanlah hardcopy atau cetakan yang dijilid biasa untuk dikoreksi oleh editor. Biasanya penerbit besar tak berani menerima softcopy karena mereka sudah mengetahui tingkat risikonya. Jika penerbit itu terbukti menerbitkan buku penulis tanpa seizinnya, penerbit itu dapat dituntut pelanggaran hak cipta dengan denda teramat luar biasa besarnya.
Ketiga, bersikap tegas. Biasanya ini dialami oleh para penulis pemula yang takut naskahnya tidak dibukunkan. Jika penerbit itu berbelit-belit memberikan penjelasan kepada penulis, sebaiknya penulis langsung mengambil sikap tegas: cabut saja naskahnya. Silakan dibaca tulisan ini: Tips Menulis Surat Pencabutan Naskah ke Penerbit. Penulis tak perlu takut atas naskahnya. Banyak penerbit masih berkenan dan membutuhkan naskah-naskah itu. Silakan tulisan ini dibaca: Tips Menawarkan Naskah ke Penerbit.

Saya berharap agar pengalaman 3 temanku di atas dapat digunakan sebagai pelajaran bagi penulis (pemula). Menulis buku itu sulit karena diperlukan stamina yang bagus, pengetahuan yang luas, dan kesabaran nan tinggi. Jadi, saya teramat sedih manakala mendapat keluhan-keluhan seperti di atas. Mudah-mudahan pengalaman tersebut bermanfaat agar kita, para penulis, bersikap lebih waspada. Semoga bermanfaat.

Sumber: Kompasiana

Sabtu, 18 April 2015

Buletin PAUD

Lama sekali tidak upload..

Sekadar informasi. Bagi Anda yang berminat membaca buletin PAUD, klik di Buletin PAUD Kemdikbud. Di dalamnya terdapat berbagai penjelasan seputar PAUD. Di antaranya adalah tentang bagaimana cara memberi stimulus bagi perkembangan kebahasaan anak.

Selamat membaca!