Selamat datang di SUMBER PAUD. Temukan apa yang tidak bisa ditemukan di tempat lain!

Sabtu, 27 Juni 2015

Warung Makan Buka Selama Ramadan? No Problem!

   Bulan Ramadan diketahui sebagai salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan bulan ini menjadi semakin lengkap apabila semua umat Islam betul-betul melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
   Namun demikian, tidak sedikit didapati sejumlah warung di sepanjang jalan protokol di berbagai kota yang tetap beroperasi di siang hari. Alasan klasik yang terlontar di antaranya, "Ini untuk makan anak istri juga."
   Walaupun pemilik dan pramusaji di warung-warung itu adalah muslim, terkadang alasan ekonomi menjadi nomor satu. Hal ini seakan menjadi ujian berat bagi mereka yang berpuasa. Boleh saja sang pemilik berujar bahwa pembukaan warungnya diperuntukkan bagi nonmuslim. Akan tetapi bagi muslim yang lemah imannya bisa saja tergoda untuk mampir minum atau bahkan makan di tempat itu.
   Bagaimana seharusnya?
   Sesungguhnya kasus seperti itu dapat disiasati. Misalnya, pembukaan warungnya dibatasi pada jam-jam tertentu, meskipun itu siang hari. Katakanlah pemilik warung membuka lahan mencari uangnya pada jam 12.00-an saja, yaitu jam makan siang bagi para pekerja, khususnya untuk nonmuslim, ataupun bagi muslimah yang berhalangan.
   Dengan cara demikian, insyaallah godaan bagi umat Muslim yang berpuasa pun semakin berkurang. Walhasil, pahala berpuasa tetap mencakup siapa saja, baik mereka yang berpuasa maupun pemilik warung (Agh).

Jumat, 19 Juni 2015

Menerbitkan Buku: Kirim naskah ke Diva Press

Berikut ini kami lampirkan tata cara mengirimkan penawaran naskah kepada kami, Penerbit DIVA Press:

1.   Jika naskah yang dikirimkan adalah naskah fiksi (novel/teenlit), penulis wajib melengkapi naskah tersebut dengan “sinopsis” yang dibuat dalam file terpisah dari isi naskah.
2.   Jumlah halaman naskah novel (selain teenlit) 250–400 halaman dengan format ukuran kertas A4, top 4 cm; bottom 3 cm; left 4 cm; dan right 3 cm, spasi ganda, font times new roman ukuran 12. Untuk naskah anak (untuk pembaca SD-SMP) dengan ketebalan minimal 50-100 hlm, sedangkan cerita anak (untuk TK-3 SD) dengan ketebalan maksimal 50 hlm.
3.   Jumlah halaman naskah novel teenlit 180–220 halaman dengan format ukuran kertas A4, top 4 cm; bottom 3 cm; left 4 cm; dan right 3 cm, spasi ganda, font times new roman ukuran 12.
4.   Jika naskah yang dikirimkan adalah naskah nonfiksi (buku agama/buku anak/buku pelajaran, dan sebagainya), penulis wajib melengkapi naskah tersebut dengan “daftar isi” serta “uraian keunggulan” naskah yang ditawarkan dalam file yang terpisah dari isi naskah.
5.   Jumlah halaman naskah nonfiksi 150–250 halaman dengan format ukuran kertas A4, top 4 cm; bottom 3 cm; left 4 cm; dan right 3 cm, spasi ganda, font times new roman ukuran 12.
6.   Judul email diisi dengan format: penawaran naskah + judul naskah (kode naskah).
Misalnya:
Ke       : redaksi_divapress@yahoo.com
Judul   : penawaran naskah I Found My Heart (Teen)
7.   Jika naskah dikirim via pos atau diantar sendiri, silakan tulis judul dan kode naskah di sudut amplop sebelah kanan.
Misalnya:
Judul   : penawaran naskah Tuntunan Dzikir Sepanjang Hari (Ag)
8.   Kode naskah:
a.   (U)       :  untuk naskah buku umum, misalnya buku pelajaran umum, buku psikotes, buku traveling, dan sebagainya.
b.   (Ag)     :  untuk naskah buku agama Islam, misalnya buku tentang tata cara shalat, buku tentang manfaat puasa, buku wacana keislaman, dan sebagainya.
c.   (An)    :  untuk naskah buku anak, misalnya belajar membaca untuk anak, belajar membaca al-Qur’an untuk anak, belajar menggambar dan mewarnai, dan sebagainya.
d.   (Teen) :  untuk naskah buku remaja dan novel teenlit.
e.   (Nv)     :  untuk naskah novel selain novel remaja/teenlit.

Konfirmasi Naskah
1. Setiap naskah dalam bentuk print out yang dikirimkan ke redaksi DIVA Press dan ditolak, tidak akan dikembalikan kepada penulis. Penulis dipersilakan untuk mengambil naskah tersebut dengan datang langsung ke kantor redaksi maksimal 1 minggu setelah konfirmasi penolakan dari pihak redaksi.
2. Naskah yang sudah dinyatakan ditolak tidak akan diterbitkan oleh DIVA Press dan akan dibuang agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
3. Konfirmasi penerimaan naskah akan diberikan maksimal 1 bulan setelah naskah sampai ke meja redaksi.

4. Naskah yang telah diterima hanya akan diedit oleh staf redaksi DIVA Press yang berwenang.

Sumber: Diva Press

Menerbitkan Buku: Kirim naskah ke Pustaka Pelajar

Bagi Anda para penulis dan calon penulis, baik tentang PAUD maupun topik-topik lain, diberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan Penerbit Pustaka Pelajar. Penulis dapat mengirim naskah-naskahnya ke Penerbit Pustaka Pelajar. Bagian redaksi Pustaka Pelajar akan mereview naskah-naskah tersebut. Naskah yang dianggap layak terbit, dapat diterbitkan dalam bentuk buku. Kemudian, penulis dapat memilih sistem kerja sama dengan Penerbit Pustaka Pelajar, yaitu:
1. Sistem royalti (biaya cetak ditanggung Pustaka Pelajar)
2. Sistem beli putus (biaya cetak ditanggung Pustaka Pelajar)
3. Biaya cetak ditanggung penulis, hak menjadi milik penulis

Naskah dapat dikirim ke:
Penerbit Pustaka Pelajar
Jalan Persatuan, Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
atau melalui email ke pustakapelajar@yahoo.com dengan subject: Naskah (Judul Naskah)

Sumber: PP

Berikut ini sekilas tentang penerbit dan percetakan Pustaka Pelajar.

Penerbit Pustaka Pelajar

Gambaran Umum

Pustaka Pelajar dikenal oleh masyarakat umum sebagai sebuah penerbit buku-buku ajar (text book) perguruan tinggi untuk bidang ilmu sosial-humaniora seperti psikologi, pendidikan, sosiologi, budaya, bahasa, filsafat, dan agama. Persepsi umum itu terbentuk karena pada bidang-bidang itulah produk Penerbit Pustaka Pelajar terkonsentrasi. Namun, buku-buku terbitan Pustaka Pelajar sesungguhnya juga mencakup bidang-bidang ilmu eksakta seperti fisika, biologi, teknik, kedokteran, dan sebagainya.

Visi dan Misi

Misi dari Penerbit Pustaka Pelajar adalah ikut ambil bagian dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara menerbitkan buku-buku karya penulis Indonesia ataupun luar negeri yang mengembangkan tiga fungsi utama jiwa: berpikir, merasa dan berprakarsa (berkemauan).
Visi dari Penerbit Pustaka Pelajar adalah masuk ke dalam jajaran 10 penerbit terbesar dan terdepan di Indonesia pada tahun 2015.

Produk

Buku-buku terbitan Penerbit Pustaka Pelajar dikategorikan sesuai dengan tiga fungsi utama jiwa: berpikir, merasa, dan berprakarsa (berkemauan). Penjabarannya adalah sebagai berikut.
1. Buku-buku Pengembangan Fungsi Pikir, yakni antara lain buku ajar (textbook), wacana dan khazanah pemikiran dari berbagai bidang ilmu, dan induk pemikiran (filsafat), dan lain-lain.
2. Buku-buku Pengembangan Fungsi Rasa, yakni antara lain buku-buku tentang seni, karya sastra, spiritualitas, dan lain-lain.
3. Buku-buku Pengembangan Fungsi Karsa (Kemauan), yakni antara lain buku motivasi, pengembangan diri, kepribadian, dan lain-lain.

Pemasaran

Penerbit Pustaka Pelajar telah mempunyai jaringan toko yang bernama Toko Buku Social Agency Baru (SAB) dan Social Agency Putera (SAP) yang menguasai sebagian besar pasar buku di Yogyakarta dan menempati sektor wilayah konsumen buku potensial di Yogyakarta. Jaringan Toko Buku SAB dan SAP ini akan terus dikembangkan untuk wilayah-wilayah lain di Indonesia secara bertahap.
Selain itu, Penerbit Pustaka Pelajar juga membangun jaringan pemasaran dengan distributor dan toko-toko buku yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Pontianak, dan Makassar.

Percetakan Pustaka Pelajar

Gambaran Umum


Percetakan Pustaka Pelajar merupakan perusahaan percetakan yang merupakan unit pelayanan teknis untuk memproduksi buku-buku Penerbit Pustaka Pelajar. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi Percetakan Pustaka Pelajar untuk melayani order pencetakan dari luar.

Sumber: PP

Menerbitkan Buku: Royalti atau Jual-Putus?

Ketika naskah yang dikirim telah mendapat acc penerbit, waktunya bagi penulis untuk memutuskan mau memakai sistem royalti atau jual-putus. Beberapa hari lalu, aku membaca tulisan di sebuah grup. Penulis curhat, naskahnya telah disetujui oleh penerbit dengan sistem jual-putus, tapi sudah setahun lebih buku itu tak jua terbit. Meskipun telah mendapat uang pembayaran, tapi sebagai penulis ia merasa tak puas sebelum melihat karyanya mejeng di rak toko buku. Beberapa orang berkomentar itulah resiko jual-putus, penulis tak bisa berbuat apa-apa setelah naskah dibeli. Dari situ muncul pertanyaan, benarkah Jual Putus (disebut juga flat) selalu merugikan penulis? Dan apakah sistem royalti selalu menguntungkan penulis? Sebelum menjawab untung-rugi, kita perlu tahu perbedaan sistem royalti dan jual putus.
Sistem Royalti: (1) penulis mendapat pembayaran sesuai dengan jumlah buku yang terjual dalam periode tertentu. Penulis biasanya mendapat 10% dari harga jual buku, ada yg dari harga bruto tapi ada juga dari harga netto, penulis perlu mencermati Surat Perjanjian Penerbitan (SPP). Royalti 10% bukan harga mati, untuk penulis dengan nama besar yang sudah teruji pasar, tentu bisa mendapat lebih. Untuk penjualan proyek pemerintah biasanya nilai prosentasi turun menjadi 5%. (2) periode pembayaran, umumnya per semester (6 bulan sekali) meskipun ada juga yg tiga/empat bulan sekali atau satu tahun sekali. Ada penerbit yg menjadwalkan pembayaran setiap bulan tertentu, misalnya penjualan semester I (Jan-Jun) dibayarkan Agustus kemudian semester II (Juli-Des) dibayarkan Februari, ada juga yang menghitung 6 bulan dari tanggal buku terbit. (3) ada beberapa penerbit yang berbaik hati menggunakan sistem royalti dengan membayar Down Payment lebih dulu, misalnya penulis mendapat 25% dari royalti cetak edisi perdana.
Sistem Jual-Putus: (1) penulis hanya menerima satu kali pembayaran. Besarannya tergantung negosiasi antara penulis dengan penerbit. Sebagai contoh naskah kumpulan dongeng atau novel anak dengan jumlah halaman 60-70 ukuran kertas A4, akan mendapat Rp. 2,5 juta. (2) pembayaran langsung dilakukan di muka, setelah kedua belah pihak menyetujui Surat Perjanjian Penerbitan. *Keterangan: ada ketentuan yang belum banyak diketahui yaitu soal batas waktu eksploitasi. Masih banyak anggapan bahwa jual putus berarti penulis mengucapkan selamat berpisah selamanya pada naskah, padahal jual-putus pun seharusnya mensyaratkan batas waktu eksploitasi (umumnya 5 th). Pencantuman pasal ini tergantung kesadaran penerbit dan kemampuan penulis bernegosiasi. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Royalti: (+) lebih adil, baik dari pihak penerbit maupun penulis, sama-sama berbagi risiko jika kurang laku dan sama-sama berbagi keuntungan jika laku keras. (+) kalau buku laku keras apalagi best seller, maka penulis akan mendapat royalti yang sangat wah. (-) harus menunggu periode waktu pembayaran (3 bulan atau 6 bulan atau 1 tahun) (-) jika buku hanya laku sedikit, maka penulis hanya bisa gigit jari.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Jual Putus: (+) lebih cepat terima uang, pembayaran langsung dilakukan begitu Surat Perjanjian ditandatangani, tanpa menunggu beberapa bulan kemudian. (-) penulis hanya mendapat pembayaran sesuai perjanjian, kalau buku laku keras maka penulis cuma bisa iri.
Benarkah Jual-Putus selalu merugikan penulis? (a) tidak selalu, tapi lebih sering merugikan. (b) untung-rugi tidak selalu berupa uang, bisa saja secara nilai ekonomis rugi tapi secara moral (modal ke depan) nilainya untung. Misalnya buku yang dijual-putus cetak ulang berkali-kali, penulis tentu merasa sangat rugi melihat uang yang ia terima tidak ada apa-apanya jika dibandingkan buku yang laku. Meskipun begitu ada keuntungan secara moral (modal ke depan), yaitu namanya kian terkenal (jika menulis lagi sudah punya kekuatan untuk negosiasi royalti) dan penerbit tidak akan melepas angsa bertelur emas (jika buku laku keras, penerbit akan berjuang mempertahankan penulis tsb dan tentu siap negosiasi untuk buku selanjutnya).
Apakah sistem royalti selalu menguntungkan penulis? (a) tidak selalu tapi lebih sering menguntungkan. (b) kalaupun buku hanya laku sedikit, sebenarnya penulis secara ekonomis juga tidak rugi-rugi amat jika dibandingkan kerugian penerbit (bahan baku, ongkos produksi, distribusi, dll). (c) royalti dengan uang muka, sangat menguntungkan penulis tapi sebagai penulis kadang jadi beban moral tersendiri, misalnya sudah dapat DP 25% ternyata dalam setahun buku cuma laku 20% dari cetakan pertama, tentu penulis punya hutang, dan bagaimanapun punya hutang itu rasanya gak enak.
Pertimbangan memilih sistem royalti atau jual-putus: (a) butuh uang mendadak, misalnya untuk bayar kontrakan/hutang, maka sistem jual-putus  adalah alternatif terbaik bagi penulis. (b) bagi karyawan yang hobi menulis, tentu akan lebih bijak jika memilih sistem royalti karena bisa dijadikan passive income, toh kebutuhan bulanan bisa menggunakan gaji. (c) semua penulis pasti mengimpikan best seller, tapi tidak semua penulis beruntung memperolehnya. Bagi penulis yg belum berkategori best seller, sistem royalti akan tampak hasilnya setelah 2 - 3 tahun terjun konsisten menulis karena royalti akan menumpuk dari beberapa buku, misalnya tahun-1 menulis 6 buku, tahun ke-2 terbit 8 buku, maka tahun ketiga selain mendapat royalti buku baru hasil tulisan tahun itu, ia juga mendapat royalti dari tahun-tahun sebelumnya. Jadi manakah yang akan Anda pilih? Semua terserah Anda.

Sumber: Kompasiana

Kamis, 18 Juni 2015

Mengurus ISBN

Apa itu ISBN?
Bagi Anda para penulis buku barangkali sudah tidak asing lagi dengan akronim di atas. Dikutip dari Wikipedia, ISBN (International Standard Book Number) atau Angka Standar Buku Internasional adalah pengindentikasi unik untuk buku-buku yang digunakan secara komersial. Sistem ISBN diciptakan di Britania Raya pada tahun 1966 oleh seorang pedagang buku dan alat-alat tulis W H Smith dan mulanya disebut Standard Book Numbering atau SBN (digunakan hingga tahun1974). Sistem ini diadopsi sebagai standar internasional ISO 2108 tahun 1970. Pengidentikasi serupa, International Standard Serial Number (ISSN), digunakan untuk publikasi periodik seperti majalah. Nah, cara mengurus ISBN adalah sebagai berikut.

Pertama, siapkan kelengkapan berkas berikut ini dalam bentuk printout:
A. Bagi Anggota Baru:
  1. Mengisi formulir surat pernyataan disertai dengan stempel penerbit.
  2. Membuat surat permohonan atas nama penerbit (berstempel) dari buku yang diterbitkan.
  3. Mengirimkan fotokopi : - halaman judul - balik halaman judul (dapat diketahui pengarang dan penerbit buku yang bersangkutan) - daftar isi - kata pengantar
B. Persyaratan untuk Anggota Lama : Hanya butir 2 dan 3 saja yang perlu dikirimkan kepada Tim ISBN/KDT.
Untuk contoh persyaratan di atas, teman-teman bisa melihat di sini.
Kedua, datanglah ke Perpusnas jika teman-teman berada di Jakarta, karena memang Perpusnas beralamat di Jakarta, Jl. Salemba Raya 28 A/Kotak Pos 3624 Jakarta. Buat teman-teman yang ada di luar Jakarta, atau males ngurus ke Salemba Raya karena banyak urusan dan ngak mau terjebat macet, bisa mengirimkan berkas lewat faksimile perpusnas,  (021) 3927919; (021) 3923067.
Ketiga, tunggulah sejenak. Biasanya Perpusnas akan mengirimkan nomor ISBN untuk buku kita dalam rentang waktu 2 jam sampai sehari.
Keempat, setelah mendapatkan ISBN segera masukkan ke dalam buku yang akan diterbitkan. Untuk kode barcode, saya menyarankan buat sendiri aja dengan memakai aplikasi corel draw.
Kelima, kalau buku sudah dicetak kirimkanlah 2 eksemplar buku ke kepada Tim ISBN/KDT Perpustakaan Nasional RI ( Jl. Salemba Raya 28 A/Kotak Pos 3624 Jakarta), agar dapat dipantau pemakaian ISBN/KDT.
Keenam, kalau misalnya teman-teman punya kesulitan dan masalah bisa menghubungi nomor telepon : (021) 68293700; (021) 92920979. Berdasarkan pengalaman saya, pegawai Perpusnas ramah dan seneng menjawab pertanyaan yang diajukakan.

Sumber: Kompasiana

Hati-hati Memilih Penerbit!

Ada dua sikap yang mirip tetap sering disamakan. Bagiku, dua sikap itu sangat berbeda maknanya karena hasil keduanya pun teramat berbeda. Dua sikap itu adalah curiga dan waspada. Menurutku, curiga adalah sikap tidak percaya atas keadaan karena keadaan itu dipandang sebuah kemustahilan. Sikap curiga akan melahirkan prasangka buruk sehingga sering menggelisahkan diri dan juga keinginan untuk menyebarluaskan rasa itu. Berbeda halnya dengan sikap waspada yang lebih bermakna hati-hati. Sikap waspada adalah sikap kurang percaya sehingga perlu diperhatikan segala dampak yang mungkin dapat ditimbulkan. Dalam ungkapan lain, sikap waspada sering dimaknai “jaga-jaga” alias antisipasi.
Semalam (Jumat, 30 Juni 2013), saya mendapat keluhan dari teman yang kebetulan juga seorang kompasianer. Saat ini, ia sudah menyelesaikan 3 buku teks BP (Bimbingan dan Penyuluhan) dan 3 buku BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SMA/ SMK. Itu berarti ia sudah menyelesaikan 6 buku teks. Dari pihak penerbit, enam naskah buku itu akan dibeli putus senilai HANYA Rp7 juta. Tentu nilai itu teramat sedikit jika dibandingkan dengan nilai jual buku itu nantinya. Usut punya usut, ternyata ia menggunakan MEDIATOR alias broker naskah.
Ketika di awal saya terkejut, akhirnya saya pun tersenyum usai mendengar keterlibatan pihak ketiga itu. Memang di dunia penerbitan dikenal istilah broker, script hunter, atau kolektor naskah. Mereka bertugas untuk mencari naskah-naskah yang layak diterbitkan. Biasanya mereka mencari naskah dengan memasang iklan di media cetak atau menghubungi organisasi-organisasi profesi yang sering berkaitan dengan buku. Para broker atau mediator ini kadang digaji oleh perusahaan, tetapi sering pula mereka mencari “makan” sendiri dengan menjual naskah yang didapatkannya kepada penerbit dengan harga selangit.
Berkenaan dengan itu, saya pun memberikan dua saran, yaitu nego ulang atau cabut naskah. Nego ulang dan cabut naskah dapat dilakukan jika perjanjian belum ditandatangani. Memang sebaiknya naskah SPK (Surat Perjanjian Kerjasama) dibaca dengan cermat agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Nego ulang berkenaan dengan perubahan angka harga naskah dan cabut naskah berkenaan dengan pembatalan kerjasama. Sepertinya temanku memilih opsi kedua jika opsi pertama gagal dilakukan. Satu alasan: biasanya mediator sudah menerima uang DP atas pembelian naskah tersebut.
Kisah di atas melengkapi dua kisah sebelumnya. Awal tahun ini, saya pun mendapat keluhan dari dua teman yang kebetulan naskah bukunya diterbitkan. Dua temanku mengalami kejadian yang lebih menyakitkan. Ia tak menerima bayaran sepersen pun meskipun jelas-jelas naskahnya diterbitkan. Bahkan, naskah salah satu temanku itu menjadi buku proyek pemerintah yang bukunya didistribusikan ke semua sekolah di tanah air. Dapat dibayangkan, betapa besarnya royaltinya jika itu diuangkan. Berkenaan dengan itu dan belajar dari pengalaman pribadi, mungkin saya bisa memberikan 3 saran agar kejadian di atas tidak terulang, yaitu kenali penerbitnya, jangan kirim softcopy, dan bersikap tegas.
Pertama, kenali penerbitnya. Cara mengenali penerbit buku dapat dilakukan dengan bertanya kepada para penulis terdahulu atau senior. Tanyakan kredibilitas dan akuntabilitas penerbitnya. Pernahkah penulis itu ditipu penerbit itu? Bolehkah penulis menanyakan royalti setiap saat? Bolehkah penulis menanyakan besaran omzet penjualan bukunya? Biasanya penerbit besar yang kredibel dan akuntabel memberikan kebebasan kepada penulis untuk mengetahui tingkat penjualan bukunya.
Kedua, jangan kirim softcopy. Ternyata tiga temanku di atas mengirimkan softcopy melalui mediator atau penerbit. itu adalah kesalahan besar jika tidak disertai dengan bukti penerimaan softcopy karena dapat diplagiat dengan diatasnamakan orang lain. Berikanlah hardcopy atau cetakan yang dijilid biasa untuk dikoreksi oleh editor. Biasanya penerbit besar tak berani menerima softcopy karena mereka sudah mengetahui tingkat risikonya. Jika penerbit itu terbukti menerbitkan buku penulis tanpa seizinnya, penerbit itu dapat dituntut pelanggaran hak cipta dengan denda teramat luar biasa besarnya.
Ketiga, bersikap tegas. Biasanya ini dialami oleh para penulis pemula yang takut naskahnya tidak dibukunkan. Jika penerbit itu berbelit-belit memberikan penjelasan kepada penulis, sebaiknya penulis langsung mengambil sikap tegas: cabut saja naskahnya. Silakan dibaca tulisan ini: Tips Menulis Surat Pencabutan Naskah ke Penerbit. Penulis tak perlu takut atas naskahnya. Banyak penerbit masih berkenan dan membutuhkan naskah-naskah itu. Silakan tulisan ini dibaca: Tips Menawarkan Naskah ke Penerbit.

Saya berharap agar pengalaman 3 temanku di atas dapat digunakan sebagai pelajaran bagi penulis (pemula). Menulis buku itu sulit karena diperlukan stamina yang bagus, pengetahuan yang luas, dan kesabaran nan tinggi. Jadi, saya teramat sedih manakala mendapat keluhan-keluhan seperti di atas. Mudah-mudahan pengalaman tersebut bermanfaat agar kita, para penulis, bersikap lebih waspada. Semoga bermanfaat.

Sumber: Kompasiana