Merangkak
merupakan salah satu tahap perkembangan anak. Gerakan yang melibatkan
koordinasi tangan dan kaki tersebut biasanya dialami bayi berusia 8–9
bulan. Tahap itu umum dilewati sebelum bayi mampu berjalan. Namun,
akhir-akhir ini, banyak bayi yang mampu berjalan tanpa melewati fase
tersebut. Apakah berdampak buruk?
------------------------------
Salah satu kemampuan motorik yang dipelajari anak pada usia kurang dari setahun adalah merangkak. ’’Tahapnya memang perlahan. Setelah mampu menyangga badan, baru berjalan. Jadi, sebaiknya memang merangkak dulu,’’ ungkap Irene F. Mongkar, konsultan perkembangan anak.
Menurut dia, merangkak adalah tahap yang sulit buat si kecil. Saat merangkak, si kecil bertumpu pada telapak tangan dan lutut. Gerakannya pun tidak boleh asal. Perempuan yang akrab disapa Bubun tersebut menjelaskan, gerak kaki dan tangan butuh koordinasi. Sebab, gerakannya saling silang–saat tangan kanan bergerak, kaki kiri harus mengikuti dan sebaliknya.
’’Mereka juga harus melawan gravitasi karena badannya nggak lagi nempel lantai atau alas,’’ lanjutnya.
Saat merangkak, otot tangan dan kaki anak akan banyak bergerak serta menopang tubuh. Hal tersebut, menurut Bubun, merupakan modal sebelum si kecil cruising (berjalan sambil berpegangan pada objek).
Gerakan-gerakan kala si kecil merangkak bisa melatih sekaligus menguatkan otot tangan. Bubun menjelaskan, jika memiliki otot tangan yang kuat, tentu saja kemampuan motorik halus mereka akan ikut bagus. Perempuan yang juga praktisi Glenn Doman itu menjelaskan, anak-anak tersebut mampu menggenggam, memegang, dan menggunakan jemari secara baik.
Secara teori, perkembangan bayi harus runtut dengan tahap-tahap dalam Denver Developmental Milestones Chart. Panduan tersebut menunjukkan perjalanan yang akan dilalui si kecil hingga usia 12 tahun. ’’Tapi, kecepatannya di tiap anak berbeda-beda. Bergantung apakah si kecil punya potensi lebih cepat (advance) atau terlambat (delay),’’ ungkap dr Dini Adityaningsih SpA, spesialis anak RSIA Kendangsari.
Untuk tahap merangkak, perempuan asal Surabaya tersebut menjelaskan, masing-masing anak memiliki timing. Karena itu, bukan tidak mungkin seorang bayi melewati masa merangkak. Penyebabnya, bukan karena tidak mampu, namun lebih pada faktor stimulasi dan minat anak.
’’Misalnya, anak sudah usia 9 bulan. Tapi, tiap hari digendong terus. Tentu saja dia nggak akan terlatih,’’ ucap Dini. Orang tua wajib mendorong anak untuk merangkak. Cukup sediakan play mat atau alas plus mainan favorit mereka di lantai. Dengan senang hati, si kecil akan merangkak untuk meraih mainan tersebut.
Melalui gerakan merangkak, bayi akan melatih motorik kasarnya. Gerakan tubuh bakal makin terlatih, otot-otot bayi pun akan terbiasa bekerja. Dengan demikian, menurut dokter yang terlahir kembar tersebut, tahap-tahap perkembangan motorik kasar selanjutnya lebih mudah buat si anak.
Spesialis anak alumnus Universitas Airlangga itu menegaskan, pentingnya merangkak memang tengah ramai diperbincangkan. ’’Normalnya, anak memang melewati hal tersebut. Tapi, kalau si kecil sudah bisa berjalan, tidak bijak juga kalau mereka diminta balik merangkak,’’ ujar Dini.
Koordinasi Otak Kiri dan Kanan
Merangkak adalah tahap yang paling kompleks. ’’Gerakan merangkak itu kombinasi kinetik, audio, dan visual. Anak pasti merangkak kalau ada pancingannya,’’ ucap Dini. Dia menjelaskan, saat merangkak, anak akan bergerak menuju ’’incaran’’. Bisa berupa mainan, suara, hingga orang yang tengah memanggilnya.
Pada tahap tersebut, otak dan tubuh berkoordinasi. Otak akan mengomando tubuh untuk mencapai target itu. Dalam fase merangkak, perempuan kelahiran 4 Maret 1970 tersebut menegaskan, kemampuan konsentrasi bayi akan ditantang. Sebab, saat merangkak, banyak objek yang menghalangi bayi untuk meraih benda. Berbeda dengan saat berjalan, pandangan anak tidak terhalang kaki meja, kursi, atau benda lain.
Sementara itu, Bubun menjelaskan, secara tidak langsung, merangkak memengaruhi penglihatan si kecil. ’’Berbeda dengan saat digendong, ketika merangkak, bayi bisa memandang lebih luas,’’ ungkapnya. Mulai memandang lantai, bagian samping kiri-kanan badannya, hingga memandang ke atas.
Kemampuan melihat, gerak tubuh, dan konsentrasi otak menuju target membuat indra anak berkoordinasi. Hal tersebut dinilai psikolog asal Jakarta tersebut mampu memengaruhi minat membaca kelak. ’’Seperti merangkak, membaca butuh melihat dan konsentrasi. Makanya, banyak anak yang cepat jalan, tapi malas baca,’’ tegasnya.
Jangan Cemas kalau Merangkak
Banyak isu yang menyebutkan bahwa bayi yang melewati tahap merangkak akan menghadapi masalah. Misalnya, kurang fokus, jalan yang tidak tegap atau kurang lurus, hingga tulisan yang jelek. Jika si kecil telanjur melewati tahap merangkak, orang tua tidak perlu cemas.
Perkembangan motorik kasar dan halus anak-anak tetap bisa dilatih. ’’Menulis kan nggak melulu diawali merangkak. Bisa dilatih, asal telaten,’’ ucap Dini. Untuk bisa menulis, anak harus mampu memegang pensil dengan benar. Latihannya, menjumput benda kecil seperti manik-manik. Jika sudah mampu memegang –bukan menggenggam–, anak bisa dilatih untuk mencoret.
Langkah yang tidak tegap dan tidak lurus bisa diperbaiki dengan latihan jalan pendek. Bubun menjelaskan, anak bisa diajak berjalan mengikuti garis lantai. ’’Atau, minta anak berjalan ke arah benda yang posisinya lurus dengan dia,’’ ungkapnya. Memegangi anak saat berlatih berjalan juga bisa membantu si kecil melangkah lurus.
Secara umum, banyak hal yang bisa dilakukan orang tua agar si kecil bisa mengembangkan motorik kasarnya. Untuk balita, Bubun menyarankan kepada orang tua untuk sering-sering mengajak si kecil berjalan, bahkan berolahraga. Tinggal pilih olahraga yang ringan dan bisa dilakukan si anak tanpa risiko cedera.
Sumber: Jawa Pos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar